Hampir tengah malam dan film lama ini pun selesai kutonton. Film Taiwan berjudul You are the Apple of My Eye ini sebetulnya sudah mulai kutonton tahun kemarin hanya sampai menit-menit awal saja. Film ini diangkat dari novel dan kisah nyata, bercerita tenag persahabatan dan cinta dan sudut pandang yang tidak biasa, dengan fokus utama tokoh Ko Ching Teng yang dibintangi Ko Chen Tung dan Shen Chia Yi yang diperankan oleh Michelle Chen. Ko Ching Teng adalah murid pemalas dan bandel yang suka berolahraga. Ia selalu menganggap bahwa menjadi lelaki adalah gabungan antara kepribadian keras dan bisa berkelahi. Ia bahkan berangan-angan jadi Bruce lee. Sedangkan Shen Chia Yi adalah kutu buku berprestasi yang perfectionist, sejak remaja ia sudah berpikir ala orang dewasa. Kekonyolan yang terjadi di kelas mereka membuat Ko Ching Teng harus duduk di depan bangku Shen Chia Yi supaya terawasi. Kisah itu pun dimulai di sana. Interaksi dua karakter yang berbeda itu pun memunculkan adegan-adegan kocak dan kadang manis. Meski saling sebal, dan interaksi itu pun membuat mereka menjadi dekat. Ko Ching Teng sempat mengorbankan dirinya dihukum oleh guru killernya demi melindungi Shen Chia Yi yang saat itu tidak membawa buku. Kemudian, Shen Chia Yi pun mengungkapkan rasa terima kasihnya dengan membuat Ko Ching Teng mau belajar, hal yang paling membisankan bagi Ko Ching Teng. Belum lagi adegan konyol teman-teman Ko Ching Teng yang juga semuanya menyukai Shen Chia Yi dan memiliki cara sendiri-sendiri untuk mendekati.
Film ini tidak melulu soal cinta, tetapi juga tentang persahabatan. Mereka melewati masa-masa sulit bersama di kelas, dari menjalani hukuman bersama hingga kelulusan. Bahkan sempat saling bertukar cita-cita masing-masing ketika berpiknik bersama di pantai.
Tokoh Shen Chia Yi yang menyukai Ko Ching Teng diam-diam begitu juga cara Ko Ching Teng mendekati membuat saya gemas. Cerita berlangsung hingga mereka terpisah usai lulus SMA dan melanjutkan hidup masing-masing sesuai yang diimpikan. Shen Chia Yi dan Ko Ching Teng sempat kencan berdua, di mana saya merasa mereka bakal jadian saat itu juga. Tapi Ko Ching Teng terlalu takut bila Shen Chia Yi menolaknya, sehingga ia tak mau mendengar jawabannya yang padahal, mau bilang “iya”. Perhatian Ko Ching Teng terhadap Shen Chia Yi masih berlanjut. Ia rela mengantre berjam-jam di asramanya untuk menelepon SCY. Tapi lagi-lagi, muncul konfik. Suatu ketika Ko Ching Teng ingin menyenangkan Shen Chia Yi dengan mengadakan pertandingan yang memang mirip duel bebas melawan teman kampusnya. Tujuan utamanya untuk menunjukkan sisi kelelakiannya kepada Shen Chia Yi. Tetapi Shen Chia Yi justru kecewa dengan sikap Ko Ching Teng yang konyol karena menyakiti diri sendiri dengan berkelahi tanpa alasan bermutu. Mereka pun berpisah.
Adegan langsung melompat pada ekspresi teman-teman Ko Ching Teng yang tampak bahagia mendengar kabar perpisahan itu. Sampai di sini, hubungan mereka terlihat sulit dan memang sudah mentok. Meski demikian, cerita tetap berlanjut hingga menjelang kelulusan.
Rupanya, meski terpisah jarak dan waktu, mereka berdua masih saling mengenang. Bahkan ketika terjadi gempa besar di Taiwan, Ko Ching Teng masih berusaha menghubungi Shen Chia Yi, saat itu alat komunikasi HP sudah mulai ada. Chemistry itu masih terlihat ketika mereka akhirnya saling terhubung dan mengenang masa lalu. Paling bikin bengong ketika adegan sampai pada pernikahan Shen Chia Yi dan potongan flashback yang akhirnya jadi mengaduk-aduk kembali perasaan. Usai nonton, saya jadi ngerasa agak sesak napas. :)) Sisi kerennya, adegan di film ini seperti mengalir biasa saja dan natural. Nggak ada usur alay.
Kepiawaian Giddens Ko, penulis novel sekaligus sutradara dalam mengkonsep cerita dengan begitu menarik dan mampu membuat penontonnya menikmati alur cerita sekaligus dapat bernostalgia dengan masa sekolah mereka di tahun 1994 an. Dibumbui adegan yang kocak dan romantis, membuatnya tak sekadar menjadi film drama ala remaja yang membosankan. Tidak hanya penggarapan secara psikologis yang mampu mengiras emosi, tetapi juga detail dan lakon yang dibawakan pemainnya cukup sukses. Penonton bebas memberi penilaian terhadap setiap lakon atau jalan cerita. Artinya, penontonlah yang akan menilai sendiri, menunggu endingnya, mengira-ngira apa yang akan terjadi. Terlebih penuh dengan dialog yang dan narasi yang dapat diambil pelajaran, membuat film ini cukup berhasil bagi saya. Di samping alur ceritanya yang sering kali “nyelek” dan menggemaskan, karekter tokoh-tokohnya pun terbangun dengan kuat. Ya meskipun sih ada beberapa adegan konyol yang agak membongkar aib laki-laki, wkwkwk.
Barangkali kisah tragis dua orang sebaya yang saling suka sejak masa sekolah bukan hal yang jarang dialami kebanyakan dari kita. Meskipun sad ending (terutama bagi tokoh Ko Ching Teng), kemasan kocak yang masih terselip di sana membuat saya antara ingin nangis atau tertawa. Terlebih soundtrack-soundtrack-nya yang bikin suasana jadi tambah nyelek. Film ini nggak serta merta hanya bikin nangis dan galau, tapi jadi merenungi banyak hal. Saya pun jadi mendapat semacam pesan moral, bahwa barangkali perasan yang tebaik adalah perasaan yang membaut pelaku-pelakunya jadi tegar dan bahagia menjalani hidup.
Setelah sekian lama menghindari film-film drama, yeah, menonton film yang ini cukup berhasil membuat saya linglung. Baiklah.
Ada quote yang akhirnya paling saya suka di film itu.
Ko Ching-Teng : “Ketika kamu sangat-sangat menyukai seorang wanita, ketika ada seseorang yang mengasihinya dan mencintainya, maka kamu akan benar-benar dari hati yang paling dalam mendoakan dia agar bahagia selamanya.”
Dan tentu saja saya nggak melewatkan quote-quote lain yang bertebaran melalui dialog-dialog tokonya, seperti:
Shen Chia-Yi : “Bodoh”
Ko Ching-Teng : “Memang benar! Aku memang bodoh”
Shen Chia-Yi : “Tolol!”
Ko Ching-Teng : “Iya. Hanya orang tolol yang bisa mengejarmu selama itu!”
Shen Chia-Yi : “Kamu tidak mengerti apa-apa!”
Ko Ching-Teng : “Aku memang tidak mengerti apa-apa!”
Shen Chia-Yi: “Aku sering mendengar orang berkata bahwa dalam percintaan, masa paling romantis adalah masa-masa pendekatan. Pada saat sudah benar-benar jadian, banyak perasaan yang akan hilang sirna. Jadi aku berpikir, lebih baik aku membiarkanmu mengejarku lebih lama. Daripada saat sudah benar-benar jadian tidak lagi romantis, kalau begitu kan aku yang rugi.”
“Dalam pertumbuhan menuju dewasa, hal yang paling kejam adalah perempuan selalu lebih dewasa dari laki-laki seumuranya. Kedewasaan seorang perempuan, tak ada satu pun laki-laki yang mampu menampungnya.”
“Nilai bagus lalu bisa memandang rendah orang lain? Teruskan saja kalau begitu, aku nggak peduli.”
“Yang aku pandang rendah bukan orang yang nilainya jelek. Yang aku pandang rendah adalah orang yang tidak mau belajar giat tetapi memandang rendah orang yang giat belajar.”
Sebetulnya, apalah hebatnya bisa mengerjakan ini? Aku berani bertaruh, 10 tahun lagi walaupun aku tidak tahu apa itu ‘Log’, aku masih bisa hidup baik-baik. | Emmm… | Kamu tidak percaya? | Percaya kok | Percaya lalu kenapa masih belajar giat? | Dalam kehidupan, manusia memang banyak usaha yang tidak membuahkan hasil. Seperti kamu yang berkelakuan kekanak-kanakan seperti ini, terhadap kehidupanmu tidak aka ada gunanya.”
“Jadi, orang yang bisa mewujudkan impian bukanlah selalu orang yang pintar, melainkan orang tidak pernah menyerah.”
“Karena pernah kamu sukai, aku jadi sulit untuk merasa orang lain benar-benar menyukaiku.”
Ko Ching-Teng : “Tidak seperti tes, setiap soal yang rumit pasti ada jawabannya.”
Ko Ching-Teng : “Dalam kehidupan nyata, ada beberapa hal yang selamanya tidak ada jawabannya.”
Terima kasih karena telah menyukaiku | Aku juga suka… pada diriku yang menyukaimu saat itu….
So, selamat menonton, film ini recommended untuk usia dewasa muda 😉
Berikut trailer-nya