Resensi Novel: Immortality of Shadow

immortality of shadow

Judul Buku: Immortality of Shadow
Penulis: E. Rows
Tebal : 264 halaman
Penerbit: Divapress
Genre: Horor
Terbit: September 2014
ISBN: 978-602-255-683-1
Harga: Rp 40.000,00

Blurb

An Hammer. Sebuah rumah bergaya Victoria klasik. Atapnya menjulang tinggi dengan jendela-jendela transparan di setiap sisi rumah. Rumah itu juga memiliki balkon serta beranda. Dan, ada danau kecil di belakangnya.
Sebuah rumah yang indah.
An Hammer seharusnya menjadi hunian yang nyaman bagi Corey dan keluarganya. Sayang, Corey justru dihadapkan pada kenyataan aneh dan mengerikan di rumah barunya itu.
Janet, anak bungsu Corey, mengaku berteman dengan anak laki-laki bernama Dalal. Teman yang tidak bisa dilihat siapa pun, kecuali Janet.
Barry, kembaran Rose, anak kedua Corey, dapat melihat kejadian di masa depan dalam mimpinya. Dan, ia selalu memimpikan hal buruk menimpa Rose.
Kisah-kisah masa lalu tentang An Hammer pun pelan-pelan terkuak.
An Hammer memang menyimpan sesuatu…

Berawal dari keputusan Corey membeli rumah diam-diam sebagai wujud keinginan memperbaiki hidup, masalah justru semakin pelik. James, sebagai suaminya tidak setuju mereka meninggalkan rumah keluarga besar yang penuh dengan penghuni itu, lebih-lebih ia baru saja kehilangan pekerjaan. Namun, keempat anak mereka justru menyambut dengan bahagia ide pindah rumah baru, hingga membuat ia pun terpaksa menerima. Rumah yang dibeli Corey melalui sepupu sahabatnya terletak di Boonville. Kawasan yang cukup nyaman meski jauh dari pusat keramaian.

Rumah itu rupanya memang menyimpan sesuatu hingga membuatnya berharga murah, belum lagi ekspresi aneh orang-orang di sekitar sana ketika mendengar An Hammer. Seorang cenayang bahkan sempat memiliki firasat yang aneh tentang rumah tersebut. Belum lagi letaknya yang terpencil dan lama tak ditinggali, An Hammer seolah menyimpan banyak misteri. Namun semua itu tak menghentikan niat Corey memboyong semua keluarganya ke sana. Terlebih rumah itu rupanya sangat indah dengan gaya Victoria dan ada sebuah danau di belakangnya.  Hanya James yang tak terlalu suka tinggal di sana. Ia pun mencari pekerjaan jauh dari tempat itu dan jarang berada di rumah. Sementara itu, Corey menghadapi segalanya sendiri.

Konon anak kembar selalu punya bahasa sendiri yang hanya mereka yang mengerti. Selain menghadapi Janet yang sering kambuh penyakit, ia juga harus mengatasi Rose yang berperilaku semakin aneh dari hari ke hari pascakecelakaan dan dibully teman-temannya. Terutama Barry masih bermimpi hal-hal buruk tentang Rose, saudara kembarnya yang membuat semua orang jadi khawatir. Tidak ketinggalah, Eliana, yang sejak berkenalan dengan Dave, penduduk sekitar Hammer yang mengetahui sedikit rahasia rumah tersebut, sering dibayangi kekhawatiran dan kejadian aneh.

“Apa benar yang dikatakan oleh Dave tentang semua itu? Anaknya yang meninggal di sana, lalu….”

Dug.

Eliana menoleh. Terdengar suara yang berasal dari balik pintu kamarnya. Seperti barang terjatuh….

Belum lagi peristiwa ganjil lain yang muncul satu dan mereka seperti tinggal bersama di rumah tua tersebut. Janet yang memiliki teman yang tak terlihat dan tampak seperti berbicara sendiri. Sejak Janet berbicara pada Dalal, teman tak terlihatnya, Eliana menyemangati si kembar Barry dan Rose memanggil arwah dengan papan ouija. Keadaan Rose justru semakin parah sejak papan ouija itu dimainkan. Hingga akhirnya konflik meruncing dengan pertengkaran Corey dan James di samping terungkapnya sebagian rahasia masa lalu.

seorang wanita muda yang bunuh diri di danau

seorang istri yang dipanggang oleh suaminya ketika terjadi pertengkaran hebat

anak kecil yang dibunuh dengan dibakar oleh sang ayah

Sebagai seorang ayah, James memang tipe yang akan melalukan apa pun untuk keluarganya, bahkan bila harus melakukan pembunuhan terhadap Rose untuk menyelamatkannya dari lingkaran penderitaan.

Akankah keluarga Golik mengalami peristiwa yang sama yang terjadi pada penghuni sebelumnya?

Novel ini menggunakan POV 3. Dibuka dengan perkenalan tokoh-tokoh dalam novel yang memudahkan pembaca. Kelebihan novel horor ini adalah penjabaran setting yang detail, suasana yang berhasil membuat bulu kuduk merinding dengan twist-twist tak terduga membuat kita jadi mencurigai apa pun dan menebak-nebak apa yang barangkali menunggu di balik pintu kamar. Membaca bagian mengerikan dalam novel ini membuat antara ingin pindah bacaan atau terus mengikuti rasa penasaran terhadap alur cerita.

Baca buku horor satu ini membuat saya ingat kata seorang teman, “Bila galau, nontonlah film horor”. Efek adegan horor yang sering bikin kaget itulah yang mengalihkan sejenak kepenatan dan masalah hidup sehari-hari. Tapi baca buku ini apalagi sendirian, galaunya jadi berganti :D. Selain itu, ada beberapa adegan yang membuat saya ingat film horor populer Conjuring, The Exorcism of Emily, dan Insidious. Seperti agak mirip situasinya.

Tapi ada beberapa poin yang sepertinya agak mengganjal. Pertama, seperti kejadian-kejadian aneh di rumah pertama yang tak terjelaskan hingga akhir cerita. Kedua cenayang yang hanya muncul sekali dan sebetulnya tak terlalu perlu ditambahkan dalam cerita. Ketiga, masa lalu penghuni rumah an Hammer yang hanya muncul bagian proses pembunuhannya. Keempat, James yang mengigaukan nama seorang wanita yang berhubungan dengan masa lalu yang tidak terlalu dieksplore apa korelasinya. Di samping itu, novel ini terasa agak berjalan lambat dan membosankan di bagian tengah dan seperti hanya fokus pada kesibukan keluarga sehari-hari ketika menyambut musim panas, juga ada pula prolog yang rupanya tidak ditemukan di tengah cerita. Tapi tak mengapa, visi misi novel ini sudah cukup tersampaikan dengan baik.

Sudah lama sekali saya tidak membaca buku bergenre horor. Terakhir mungkin SMA. Waktu masih anak-anak,  juga rutin baca rubrik Jagading Lelembut di majalah Djoko Lodang langganan simbah tanpa kapok, haha. Berlanjut setelah remaja buku apa pun cerita petualangan dan misteri selalu bikin penasaran. Termasuk yang berjenis horor. dari karya-karyanya RL Stine hingga yang berasal dari negeri Jepang. Kini semuanya tidak lagi sama. Mungkin saja semakin dewasa, orang semakin penakut. Bila nonton film horor Suzana saja sendirian ketika masih SD pun nggak jarang dilakukan, sekarang bila memang harus nonton film horor, itu pun mesti banyak orang, banyak temen, dan efek teriak bareng orang-orang itu lebih menyehatkan bagi fisik dan kejiawaan daripada nonton sendirian di kamar.

Kembali ke topik. Meskipun endingnya tidak terlalu “rame”, novel ini layak mengalihkan perasaan galau Anda sejenak berpindah ke perasaan parno. Sebagai novel bergenre horor pertama E.Rows, Immortality of Shadow menurut saya sudah dituliskan dengan baik dan cukup berkesan. Novel ini cocok untuk young adult.

 Tapi disarankan untuk tidak membacanya sendirian:)