Judul : Maya and the Darkness Surrounding
Penulis : Arikho Ginshu
Penerbit : PING!!!!
Tahun terbit : Agustus 2014
Genre : Fiksi
ISBN : 139786022556190
Jumlah halaman : 296
Harga : Rp42.000,-
“Untukku, perkara tersulit dalam mencintai bukanlah belajar mengakhiri, sebab aku bahkan belum memulainya. Namun yang paling rumit adalah memilah hati, sebab cintaku tumbuh di antara dua hal yang sama pentingnya. Kekasih dan sahabat mungkin dua hal yang berbeda, namun sering berada dalam timbangan yang rasa yang nyaris sama.” (halaman 274)
Maya, and the Darkness Surrounding bercerita tentang 4 sahabat yang tengah hiking ke Gunung Kerinci sebagai perjalanan kesekian menjelajah alam. Tondi, Binar Saga, Damar, dan Rimba. Namun terjadi sesuatu di tengah perjalanan. Tatkala berhenti untuk berkemah, salah satu dari mereka dan satu-satunya wanita, tidak dapat terbangun dari tidurnya. Mereka bertiga merasa terpukul dan perjalanana pun dihentikan. Mereka membawa Binar ke puskesmas terdekat namun hasilnya nihil. Tidak ditemukan penyebab medis yang membuat Binar saga tak sadarkan diri. Atas saran seorang bidan yang memeriksanya, Binar dibawa ke seorang paranormal yang terkenal di desa tersebut. Ki Rangkat, nama orang pintar tersebut, menjelaskan bahwa Binar berada di dimensi astral. Sang paranormal menjelaskan bahwa Tondi-lah yang bisa menjemputnya pulang. Demi kesetiakawanan dan perasaan yang diam-diam disimpannya, perjalanan astral yang nyaris tidak mungkin itu pun dilakukan.
Di sisi lain, terjadi krisis besar di zaman peradaban suku Maya, tepat Amorza tinggal. Bersamaan dengan munculnya Binar Saga ke dunia mereka. Amorza, yang bertanggung jawab memanggil Binar saga secara tak sengaja ke dunia mereka, menjemput Tondi menyeberangi dunia perantara untuk membantu menyelamatkan Binar Saga yang tersesat di sana.
Di Dimensi Maya, Binar saga yang menjelajahnya lebih dulu menemukan nasib yang tak terduga yang membuatnya tak bisa pulang kembali ke kehidupan nyata. Dalam dimensi yang lain itu, Tondi sadar masih tetap saja mencintai Binar meski sulit menggapainya. Hanya saja, Binar yang di hadapan bangsa Maya, tidak seperti Binar Saga yang sesungguhnya. Tentu saja sebagai orang yang mencintainya, Tondi mencari segala cara untuk menjemputnya, bahkan rela mempertaruhkan nyawanya.
Lalu, apakah Tondi berhasil membawa si gadis pulang? Dan bagaimana kisah persahabatan mereka pada akhirnya?
Selain di Sumatra dan Yogyakarta, setting novel ini juga di peradaban bangsa Maya. Dan novel bertema kasih sayang, cinta, dan persahabatan ini sebenarnya terpecah menjadi dua fokus yang menyatu dan berhubungan. Dipaparkan pua dengan dua sudut pandang, yaitu sudut pandang Tondi di masa kini dan Amorza di masa lalu, sebagai penduduk bangsa Maya. Hanya saja bagian Tondi mendapat porsi lebih banyak. Terlebih buku ini diawali dan diakhiri dari kisah Tondi. Lepas dari itu, keduanya memiliki bangunan cerita yang utuh. Amorza dan Arzoda, sepasang kembar yang ditakdrkan menjadi orang yang disucikan oleh rakyat di peradaban suku Maya. Amorza memiliki bakat menyeberang ke dunia astral. Sama halnya dengan Tondi.
Bagian pertama diawali dari tengah, di mana Tondi berproses masuk ke penghubung dan bertemu Amorza. Dituturkan dengan deskripsi cerita yang membuat saya ingin mengetahui mengikuti cerita selanjtunya. Kemudian bagian kedua yang bertutur mengenai kisah pertemuan mereka berempat hingga persahabatan terjalin dari sudut pandang Tondi. Hingga datang peristiwa yang menimpa Binar saga di lereng Kerinci. Kemudian kisah berlanjut dri sisi Amorza, penghuni peradaban Maya dari masa lalu yang tengah kehilangan saudara kembarnya, Arzoda. Di bagian ini, Amorza menceritakan bahwa ia masih terhubung dengan roh Arzoda dan dapat menyeberang ke dunia astral. Kemudian cerita pun beranjak ke penyelesaian dengan alur maju dan runut.
Novel Maya, and the Darkness Surrounding merupakan proyek Divapress yang mengusung tema astral projector yang korelasikan dengan peradaban-peradaban dunia di masa lalu. Dalam novel ini Arikho memilih peradaban bangsa Maya sebagai latar dimensi lain. Mendengar bangsa Maya, yang terbayang dalam benak kita barangkali sebuah peradaban yang canggih dan ramalannya kalender matahari yang termasyur itu. Namun dalam novel ini, Maya lebih banyak digambarkan sebagai tempat di mana sekelompok penduduknya rata-rata bar-bar dan memiliki seorang raja yang haus darah. Manusia dengan senang hati melihat manusia lain dikorbankan dengan sadis sebagai bentuk pengorbanan memuja bulan. Sedikit banyak membuat saya ingat film “Pompaii” di mana pembantaian manusia dijadikan hiburan rakyat.
Namun, membaca kisah si kembar Amorza dan Arzoda membuat saya tersentuh. Terlebih ketika mengetahui mereka yatim piatu dan mau tak mau menjalani takdirnya sebagai orang yang disucikan dalam kepercayaan suku Maya. Sebagai penduduk bangsa Maya, mereka termasuk yang merasa nuraninya tersakiti ketika melihat manusia dikorbankan beramai-ramai. Tatkala Arzoda pun meninggal, saya seperti diajak menyimak kisah kesendirian seorang anak di tengah takdirnya yang sulit. Secara subjektif, cerita kedua kembar tersebut lebih mendalam ketimbang cerita cinta Tondi kepada Binar Saga itu sendiri. Namun barangkali kisah Amorza memang sengaja diposisikan oleh penulis sebagai poin pendukung keseluruhan cerita.
***
Adapun kelebihan novel ini terletak pada deskripsi setting yang rinci dan detail, porsi yang pas antara narasi dan dialog, serta penggarapan alur yang terlihat berhati-hati. Kesalahan ketatabahasaan dan teknis pun tidak banyak ditemukan dan tidak terlalu mempengaruhi jalan cerita. Membaca kisah perjalanan di novel ini seperti ikut menikmati keindahan alam. Diksi yang disajikan pun menarik dan mudah dipahami, saya rasa penulis sudah cukup mampu menyajikan bab demi bab sebagai satu kesatuan cerita yang utuh. Didukung oleh keterhubungan yang berkorelasi antarbab. Meskipun alurnya bercampuran, tetap dapat diikuti hingga selesai.
Dalam hal penokohan, Tondi sebagai tokoh utama dideskripsikan karakter dewasa, pengayom, dan tulus. Meskipun ada sisi Tondi yang tak berani menghadapi masalah, terlebih ketika dihadapkan dengan kerumitan suasana di tengah hubungan persahabatan itu. Binar saga tidak begitu banyak diceritakan, selain bahwa ia satu-satunya wanita yang paling disayangi di antara 3 pecinta alam tersebut karena mampu mencairkan suasana. Damar, orang yang disukai Binar dipaparkan sebagai tokoh sampingan yang tidak begitu banyak berpengaruh dalam cerita. Begitu juga dengan Rimba, selain bahwa ia paling akrab dengan Binar sebagai sahabat. Kemudian tokoh Arzoda dan Amorza, keduanya hidup di peradaban Maya, memiliki interaksi psikologis yang cukup kuat. Dapat dikatakan, karakter Tondi dan Amorza-lah yang memiliki bangunan karakter lebih kuat daripada yang lain. Meski sepertinya ini novel pertama yang diterbitkan Arikho, tapi saya menduga si penulis sudah berpengalaman menulis sebelumnya.
***
Secara kesuluruhan, penampilan novel ini sudah lumayan. Hanya saja ada beberapa poin dalam novel ini yang sepertinya perlu disempurnakan lagi.
Untuk cover, sebetulnya konsep bangunan kuil dengan seorang gadis berkupluk merah sudah menggambarkn isi novel, hanya saja kurang sesuai lantaran tokoh utama dalam novel ini justru bukan Binar Saga. Terlebih gambar tokoh wanita di sana agak terlalu besar dan kurang seimbang dengan gambar di belakangnya. Melihat covernya, saya sempat mengira bahwa tokoh utamanya si gadis bertopi merah ini. Selain itu, saya juga menemukan beberapa missing link, pertama, masa lalu Tondi tentang neneknya: mengapa Tondi sebagai penyebab neneknya tidak juga meninggal? Kedua, secara umum, dunia astral tidak dapat diterima begitu saja sehingga oleh logika manusia biasa sehingga mestinya ada bagian khusus untuk menceritakan hal tersebut sehingga dapat diterima tokoh-tokohnya. Atau barangkali ini hanya keterbatasan pengetahuan saya mengenai perihal astral kecuali yang pernah ditampilkan di film Insidious yang pernah saya tonton. Namun, saya pikir proses deskripsi astral perlu disempurnakan lagi. Ketiga, ada ketidaksamaan konsep. Di dalam novel ini saya menangkap inkonsistensi, seperti mengapa roh Tondi dan Binar dapat terlihat di masa lalu, sedangkan Amorza tidak terlihat di dimensi sekarang? Malah prolog dalam cerita tersebut menempatkannya seperti makhluk asral sementara di masa bangsa Maya, Amorza belum meninggal.
Beberapa point dari novel ini juga terkesan datar dan agak berbelit. Tadinya saya kira bakal menemukan adegan duel bebas ala film “Gladiator” ketika masuk pada inti konflik, hehe. Tapi tak mengapa, dalam hal menulis fiksi, penulis bebas berimajinasi.
Bagaimana pun, pesan tersembunyi yang sengaja dipaparkan penulis cukup tersampaikan, apakah cinta memang dapat menembus ruang dan waktu?
“Cinta mungkin tidak akan pernah mati, namun cinta bisa saja berubah, Tondi. Melihatnya orang yang kau cintai bahagia jauh lebih penting daripada kau harus mengekangnya dalam cinta yang mungkin tak lagi sama untuk kalian berdua.” (halaman 294)
Nah, untuk pembaca muda dan remaja yang kelak menemukan buku ini, selamat membaca dan selamat menelusuri dimensi Maya.