Resensi Novel: Sherlock Holmes; Anjing Iblis dari Baskerville

DSCN4003

Judul Buku: Sherlock Holmes; Anjing Iblis dari Baskerville
Penulis : Sir Arthur Conan Doyle
Penerjemah: Dion Yulianto
Tebal: 264 halaman
Penerbit: Laksana
Terbit: Oktober 2014
ISBN : 978-602-255-659-6

 

 

Blurb

Karena ulah keji salah satu leluhur di masa lampau, seluruh anak keturunan Baskerville dihantui oleh kutukan maut sesosok anjing iblis. Sir Charles Baskerville ditemukan telah tewas di dekat gerbang menuju padang. Tidak ditemukan tanda-tanda telah terjadinya tindak pembunuhan selain sebuah tapak kaki anjing pemburu berukuran raksasa.

Sekali lagi, Sherlock Holmes ditantang untuk memecahkan misteri pembunuhan yang berbau supranatural. Berpindah dari padatnya kota London ke padang Dartmoor yang terpencil, sebuah misteri gelap menunggu untuk dipecahkan. Selain harus memecahkan misteri, Holmes dan Dr. Watson harus bergerak cepat untuk melindungi satu-satunya ahli waris yang masih tersisa, sebelum kutukan anjing iblis itu menimpanya.

Penggemar cerita detektif tentu tidak asing dengan tokoh Sherlock Holmes, detektif nyentrik hasil rekaan penulis legendaris Sir Arthur Conan Doyle. Bersama rekannya Dr. Watson kali ini ia dihadapkan oleh kasus pelik yang melibatkan hal-hal yang metafisik. Di samping melindungi Henry Baskerville, satu-satunya ahli waris Baskerville yang dipastikan menerima seluruh warisan Sir Charles Baskerville, mereka dituntut untuk menyibak misteri di balik teror anjing tersebut. Bagaimanapun pikiran rasional Holmes tidak begitu saja dapat menerima cerita semacam kutukan ataupun mitos.

Menurut berita yang beredar dan juga penuturan Dr. James Mortimer, kasus kematian Charles murni disebabkan oleh sakit jantung akibat ketakutan melihat makhluk gaib. Sebab hanya jejak kaki makhluk semacam anjing berukuran besar yang ditemukan di sekitar lokasi kejadian. Wajar bila jantungnya yang lemah tiba-tiba berhenti ketika melihat sesuatu yang begitu menakutkan. Teror tersebut bagai kutukan yang sudah dipercaya oleh penduduk Devonshire. Beberapa di antaranya bahkan pernah melihat penampakan si anjing atau mendengar suara lolongannya. Namun apakah memang kutukan itu benar adanya? Atau ada sesuatu di baliknya? Segalanya menjadi misteri yang tidak mudah dipecahkan.

Sejak kedatangan Henry ke London, teror anjing iblis seakan memang tengah mengintai. Holmes pun menyadari seperti ada yang sedang mengikuti Henry sejak ia tinggal di sebuah hotel menyusul kejadian-kejadian aneh seperti hilangnya sepatu milih si pewaris tunggal, juga surat kaleng yang misterius yang menyuruhnya pergi dari London. Namun, sebagai ahli waris tunggal, sudah semestinya ia mendatangi dan tinggal Baskerville Hall di Devonshire. Meski dengan was-was, ia tetap berangkat bersama Dr. Watson tanpa diiringi oleh Sherlock Holmes karena urusan yang tidak bisa ditinggal. Dan dimulailah petualangan mengurai misteri kutukan tersebut. Dan hanya Dr. Watson yang harus mengatasinya selama Holmes tidak dapat mengiringi.

Devonshire rupanya bukan sehamparan wilayah subur yang indah dan penuh bunga-bunga, melainkan cenderung kelam, gersang, dan hanya sebagian mempunyai sisi menarik karena merupakan bekas peninggalan purbakala. Kekelaman Devonshire tidak hanya soal rawa-rawa Grimpen yang angker, teror anjing, dan kegersangan, tetapi juga diperparah dengan kabar tentang kaburnya salah satu napi bersembunyi di sana sehingga terkesan tak nyaman untuk ditinggali. Sebagai penduduk baru, Henry pun harus beradaptasi dengan orang-orang di sekitarnya. Termasuk sepasang pengurus rumah, Barrymore dan istrinya, hingga para tetangga seperti Stapleton yang seorang ahli botani, adik perempuannya, juga wanita berinisial L.L. yang kelak berkaitan dengan kasus tersebut. Secara rutin Dr. Watson harus melaporkan fakta yang ditemukan kepada Sherlock Holmes. Sementara itu peristiwa demi peristiwa aneh terjadi. Dimulai dari suara tangisan seorang wanita pada malam hari, pasangan Barrymore yang misterius, tentang Tuan Stapleton, dan juga sejarah-sejarah masa lalu keluarga Baskerville yang tak terduga. Hingga pada saatnya Watson tak bisa terus menjaga Sir Henry sepanjang waktu karena ia malah jatuh cinta dengan adik perempuan Stapleton.

Sementara mereka membuktikan ketidakbenaran teror yang telah turun temurun itu, anjing iblis yang sering ditakuti dan dipergoki oleh penduduk pun menampakkan diri secara tiba-tiba dengan bentuk yang luar biasa menyeramkan. Kemunculannya malah memakan salah satu korban jiwa. Namun kelak anjing tersebut menjadi sebuah kunci untuk menemukan jawabannya, bersamaan dengan kedatangan Sherlock Holmes ke Baskerville secara ajaib. Tak menyangka, misteri itu pun bagai struktur bawang merah, selapis demi selapis terungkapkan, meskipun harus ditempuh dengan proses yang berbahaya dan mengancam keselamatan Sir Henry, si ahli waris satu-satunya.

Mungkinkah kutukan anjing iblis itu akan mengenai Henry Baskerville juga? Mungkinkah misteri pembunuhan sang konglomerat Sir Charles Baskerville terdapat campur tangan seseorang?
Kisah diakhiri dengan penjelasan cerita ala Sherlock Holmes secara terperinci dan tak terduga, yang mampu membuat saya nggak menyesal baca novel ini.

Satu kekurangan Sherlock Holmes–kalaupun itu bisa disebut sebagai kekurangan–adalah kecenderungannya yang tidak mau mengatakan apa rencananya kepada orang lain sampai seluruh rencana itu terwujud. Kecenderungan ini sebagian mungkin karena sifat aslinya yang ingin selalu di atas angin, ingin selalu mendominasi, dan juga ingin mengejutkan orang-orang di sekitarnya. (halaman 231)

Sebetulnya ini novel detektif yang menarik untuk dibaca hingga selesai, andai saja tidak ditemukan typo dan kesalahan eja di dalamnya yang sebenarnya cukup mengganggu. Di halaman 118 terdapat sebaris kalimat yang kurang lengkap. “Sama sekali tidak terlintas di pikiran saya bahwa tempat ini akan begitu membosankan setidaknya Anda…” yang sepertinya akan lebih pas bila diberi kata ‘bagi’ sebelum kata ‘anda’. Penggunaan sapaan dan partikel ‘pun’ misalnya yang beberapa masih salah karena semestinya dipisah seperti ‘rumahpun’, ‘kemanapun’, sampai dengan ‘seorangpun’. Kata mengerikan beberapa dituliskan ‘menggerikan’ di novel ini. Ada pula kata ‘menenggok’ yang mestinya ditulis menengok. Halaman 246 paragraf akhir juga kelihatan berdempetan seperti tidak diberi jeda. Typo yang semacam ‘bia’ yang mestinya dituliskan bisa, dan masih banyak lagi. Sayang sekali karena jumlah kesalahan eja dan typo-nya memang bertebaran di mana-mana :(. Semoga saja untuk cetakan berikutnya tim redaksi bisa merevisi dengan lebih baik lagi.

Selebihnya saya suka cerita bertema detektif yang satu ini. Sudah tidak diragukan lagi kelihaian Sir Artur Conan Doyle menuliskan jenis cerita yang runut dan matang seperti ciri khasnya selama ini, ia seperti tidak membiarkan satu tokoh pun lepas dari jalinan cerita. Dari awal membaca hingga akhir, saya selalu terpancing untuk menebak-nebak siapa yang bakal jadi tersangka. Di hadapan Sherlock Holmes, siapa pun mungkin menjadi biang kerok kasus. Dari judul dan tampilan cover luar, sudah kelihatan bahwa novel ini diwarnai nuansa horor, dan bagi saya, bumbu horor dalam cerita detektif salah satu favorit, barangkali karena bawaan dari kecil saya suka nonton Scooby-Doo. Bedanya, tentu saja, di Scooby-Doo segalanya kocak dan ala anak-anak, sedangkan di novel karya Arthur Conan Doyle ini terasa sungguh mencekam suasanya dan lebih serius. Dengan penjabaran setting yang detail, seakan rasanya seperti mengunjungi pulau asing di mana sewaktu-waktu teror atau kutukan menyambut kita di balik pohon yang kita lewati. Buat penggemar cerita detektif atau ingin mengisi waktu dengan bacaan menghibur, novel bertema detektif yang sarat dengan pesan moral ini menjadi pilihan yang tepat.

So, selamat menikmati petualangannya.

Dartmoor trec, 14-03-2011 030

Seperti ini kira-kira penampakan Devonshire 🙂

2

dan kira-kira seperti ini bentuk Bakerville Hall

*Ternyata kisah Sherlock Holmes yang satu ini pun sudah difilmkan oleh beberapa negara 😀

Tinggalkan komentar